Beranda | Artikel
Hijrah, Eksistensi dan Ketenaran
Sabtu, 17 November 2018

Sangat senang mendengar ketika ada seorang muslim telah hijrah kembali agama dan kembali kepada Allah setelah lama terjerumus alam lembah maksiat dan kubangan dosa. Sebelumnya ia tidak peduli dengan agama, tidak mau tahu Rabb-nya dan masa bodoh dengan kehidupan setelah kematian. Bahkan kami mendengar hijrah menjadi semacam “trend” (semoga bukan hanya sekedar trend saja).

Saudaraku,

Salah satu yang perlu benar-benar kita perhatikan bahwa “hijrah” termasuk amal ibadah dan merupakan pintu gerbang untuk amal-amal selanjutnya. Sudah selayaknya kita berusaha menyembunyikan amal kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ
“Barang siapa diantara kalian yang mampu untuk memiliki amal sholeh yang tersembunyikan maka lakukanlah !” (As-Shahihah no 2313)

Bukan tindakan bijak apabila setelah hijrah kita begitu sering menunjukkan (posting) pada manusia eksistensi kita yang telah hijrah, misalnya:

-Terlalu sering posting foto selfie perubahan diri, yang ikhwan berjenggot dan celana cingkrang sedangkan akhwat memakai cadar

-Terlalu sering posting sedang ikut pengajian di manapun dan kapanpun

-Berusaha dekat dengan ustadz terkenal yang tujuannya untuk bisa foto selfie bareng lalu posting, bukan ilmu yang diposting

-Membuat komunitas tertentu (geng) lalu fokus pada foto dan selfie. Jika tujuan komunitas untuk sarana dakwah, maka sangat bagus, akan tetapi jika tujuannya hanya untuk eksis maka tujuan yang tidak berkah

Saudaraku,

Boleh saja kita posting asalkan dengan pertimbangan mashlahat yang lebih besar, tapi kalau terlalu sering posting dan dipublish, maka mari kita cek kembali niat kita untuk hijrah.

Saudaraku, renungkan juga

Para ulama dan orang shalih saja, berusaha menghindari ketenaran dan popularitas karena besarnya ujian serta fitnahnya, maka apalagi kita yang baru hijrah? Belum punya ilmu banyak, belum punya pengalaman dan ilmu menghadapai syubhat dan syahwat.

Asy-Syathibi rahimahullah berkata,

آخر الأشياء نزولا من قلوب الصالحين : حب السلطة والتصدر! .

“Hal yang paling terakhir luntur dari hatinya orang-orang shalih: cinta kekuasaan dan cinta eksistensi (popularitas)”  (Al-I’tisham Asy-Syathibi)

Jika ketenaran itu datang tanpa dicari-cari, maka tidak mengapa dan tidak tercela.

Al-Ghazali rahimahullah mengatakan,

“Yang tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran. Namun jika ia tenar karena karunia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.”

Saudaraku, kita yang baru hijrah hendaknya fokus:

-Belajar agama dan kembali ke majelis ilmu, karena hijrah itu modal utamanya adalah ilmu

-Belajar agama secara bertahap dan ta’shily, pelajari tauhid-aqidah dasar, fikh keseharian dan akhlak mulia seorang muslim

-Berusaha menghindari ketenaran dan popularitas, karena tidak terkenal itu lebih dekat pada ketentraman dan ketenangan

-Segera ganti teman-teman yang buruk dengan teman yang baik dan shalih

-Segera cari lingkungan dan suasana yang mendukung istiqamah

-Berusaha menyembunyikan amal-amal kita agar lebih ikhlas kepada Allah

Seorang ulama Salamah bin Dinar berkata,

اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ

“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu”[Hilyah auliya no. 12938]

 

Semoga kita semua yang telah hirjah terus diberikan hidayah dan istiqamah di jalan Allah. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/hijrah-eksistensi-dan-ketenaran.html